Senin 24 Februari 2014

Maduuu ayo banguuun..” itu teriakannya saat mendapati aku meringkuk lagi di bawah selimut selepas alarm Shubuh membangunkan kami. Sedetik kemudian pinggangku akan melenggak lenggok menahan geli akibat ulah jail tangannya dan mendaratlah bertubi-tubi kecupan dikening. Aku akan menyipitkan mata dengan ekspresi merajuk, menghirup bau tubuhnya yang sudah mewangi
“cepat sekali mandinya..” sambil sedikit ku manyunkan bibir dan melompat dari kasur menghindari serangan kejailan berikutnya.

Biasanya hari Senin pagi, setelah Shubuh suamiku mandi lebih dulu dan setelah mengaduk teh manis hangat sambil menunggu ianya selesai mandi, aku sembunyi dari dinginnya pagi dibalik selimut.

Biasanya hari Senin pagi, dan pagi di hari Senin ini tidak seperti biasa. Mendapati rotiku masih utuh, merindukan pekikan manjanya “waah aku tak sadar sudah makan rotimu..” sambil memasukkan potongan terakhir “iya Maduuu aku buatkan lagi roti ala ‘cep’ Diyan” begitu godanya. Dia hanya ingin membuatkan roti untukku.

Senin yang tak biasa, sendiri aku menikmati tumpukkan roti dan menyesap teh manis tanpa sisa. Ada rasa yang kurang