Luka Itu Bernama Rindu

IMG_20131101_215516

Keputusanku sudah bulat, aku harus pulang.
Aku tidak bermaksud menyakitimu Bunda, tapi laki-laki yang berbicara dengan Opa 13 tahun yang lalu itu Papa kan? Dia memanggil namaku โ€œWandiraโ€ฆโ€

โ€œSekolahmu bagaimana Dira?โ€ Bunda tidak setuju ketika kusampaikan keinginan untuk tinggal dengan Oma dan Opa di Jakarta
โ€œDira kan bisa sekolah di Jakarta Bundโ€ฆโ€ jawabku dengan yakin
โ€œKamu keras kepala Dira!โ€ dada Bunda terlihat sesak โ€œkamu tahu? Dulu, Vira pergi juga gara-gara keras kepalanya!โ€

โ€œAku sayang Bundaโ€ aku memeluk Bunda saat mengantarku ke Incheon International Airport, sepertinya Bunda terluka, dia membuang pandangan untuk menyembunyikan air mata yang terlanjur jatuh.
___

โ€œAku hamil!โ€
โ€œKoo bisa?โ€
โ€œKita sudah melakukannya Wan..โ€
โ€œTidak mungkinโ€ฆAyah dan Ibu bisa membunuhkuโ€
โ€œJadiโ€ฆ?โ€
โ€œGugurkan kandunganmu!โ€

Usia mereka masih 20 tahun kala itu, Irwan Pamungkas adalah anak tunggal keluarga terpandang yang tidak mungkin mencoreng muka Bapaknya karena kehamilan seorang wanita di luar nikah. Lupa akan kisah kasih mereka, membuat laki-laki ini kehilangan akal.

โ€œAku tidak mungkin punya anak saat ini!โ€ Irwan mengelak โ€œgugurkan kandunganmu, atau hubungan kita harus berakhir.โ€
Wanitanya tertunduk dalam lautan kesedihan.
โ€œHubungan kita berkahir Wanโ€ฆjanin ini sudah bernyawa.โ€
___

Bandara International Soekarno Hatta.
Aku menutup buku harian Mama. Sejak kecil aku berulang-ulang membaca buku harian itu, buku harian yang mencatat sejuta cinta Mama untuk Papa. Kuseka air mata, tak sabar rasanya ingin segera berpeluk dengan Oma dan Opa. Sudah 2 tahun lebih Oma dan Opa tidak mengunjungi kami ke Seoul Ibu Kota Korea Selatan, kota dimana aku dibesarkan. Biasanya hampir 3 bulan sekali Oma dan Opa mengunjungi kami, sekarang mereka sudah letih untuk berpergian terlalu jauh.

Tiga belas tahun yang lalu, Bandara ini memotret wajah seorang lelaki yang berusaha mengejarku dalam pelukan Bunda โ€œWandiraโ€ฆini Papaโ€ฆโ€ aku melihat Opa berusaha menghalangi lelaki itu. Tubuhku masih sangat kecil, Bude Vetty yang mengganti peran Mama dan menjadi Bundaku sekarang, mengencangkan pelukannya menghindari pandangan lelaki itu hingga aku berhasil dibawanya ke Seoul, dan aku tumbuh besar disana dengan penuh kasih sayang Bunda.

Tuhan belum memberi Bunda keturunan dari 20 tahun pernikahannya dengan lelaki berkebangsaan Korea Selatan, sehingga aku adalah buah hati bagi mereka.

โ€œKamu ke Jakarta karena ingin ketemu Irwan kan?โ€ Bunda tak sengaja membaca buku harianku , aku menulis banyak rindu untuk Papa.
โ€œIrwan tidak pernah menginginkan kamu Dira!โ€ aku tak mampu berkata-kata saat melihat amarah Bunda
โ€œGara-gara Irwan kamu terlahir tanpa seorang Ayah!โ€ wajah Bunda memerah โ€œgara-gara Irwan, Mama mu Vira harus menanggung beban moral, dicaci, dihina, dilecehkan, terluka dan sakitโ€ฆโ€ Bunda menangis, hatinya ikut terluka mengingat kepedihan yang pernah menimpa Mama, adiknya.
โ€œTapi dia Papaku, dia mengejarku saat kalian berusaha membawa aku pergiโ€ฆโ€ batinku.

Ingatan tentang senyum Mama sebelum tanah merah menutup tubuhnya yang selalu menyeret rinduku untuk pulang ke Jakarta. Ada luka dalam setiap senyumnya, entah harus kuberi nama apa luka itu, rindu atau kah pedih?
Mama melahirkanku tanpa Papa, dia menepis semua cacian dan cela yang mereka sebut sebagai โ€˜aibโ€™ hanya agar aku tetap hidup dan selamat. Dia sudah membuktikan kesetiaan-nya, memberiku cinta dan kehidupan, meskipun hari-hari bersamanya tidak lah lama. Kanker mengakhiri perjuangan Mama untuk melihatku tumbuh dewasa, tapi senyum itu tak mampu menghapus ingatan tentang impiannya agar aku selalu merindukan dan memaafkan Papa.
โ€œDira, kelak kita akan hidup bahagiaโ€ฆkamu, Mama dan Papaโ€ฆโ€

— Gadis belia Wandira berjanji dalam hatinya untuk memperbaiki kisah kasih Mama dan Papanya. Dia tidak ingin luka di senyum Mamanya menjadi kepedihan karena amarah dan dendam.