Mengintip Kehidupan Manusia Purbakala di Cagar Budaya Taman Purbakala Cipari

Menjadi bagian dari identitas budaya bangsa.
Kunjungi Web Kemendikbud

Batu Menhir
Batu Menhir

Menginjakkan kaki di tempat yang kaya akan pendidikan budaya, membuatku kembali ke masa peradaban megalitikum atau zaman batu besar. Sebuah batu tegak kasar yang disimpan di tempat tinggi menjadi pelajaran pertama saat memasuki Situs Taman Purbakala di Desa Cipari, Kabupaten Kuningan provinsi Jawa Barat, saat ini lebih dikenal dengan sebutan Site Museum Taman Purbakala Cipari.

Batu ini terletak di sebelah kiri dari pintu masuk, di sana kita bisa mempelajari manusia pada masa itu menyembah arwah nenek moyang yang telah meninggal. Batu yang kita kenal dengan sebutan Batu Menhir ini dianggap sebagai medium penghormatan sekaligus menjadi tahta kedatangan roh nenek moyang. Pada masa itu, manusia telah mengenal sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam bentuk karya seni, seperti pembuatan menhir, dolmen, dan sarkofagus.

Batu ini memiliki permukaan yang kasar, tidak ada pahatan yang membuatnya seperti ukiran. Ada beberapa anak tangga yang terdiri dari batu-batu berbentuk pipih, dan aku menaiki satu demi satu untuk sampai ke tempat batu menhir. Anak tangga tersebut terlihat rapuh karena pada bangunannya tidak ada perekat seperti semen, namun terasa kuat saat diinjak. Ini salah satu bukti kecanggihan teknologi pada masa megalitikum.

Hal serupa dengan batu menhir, Batu Altar atau Punden Berundak-undak yang terdapat di sebelah kanan kawasan Taman Purbakala Cipari, menunjukkan adanya ritual kontak spiritual manusia pada masa itu. Sebuah bangunan berundak-undak, dataran atasnya mengandung benda-benda megalit atau makam seseorang yang dianggap tokoh dan dikeramatkan.

Punden Berundak-undak
Punden Berundak-undak

Punden berundak-undak digunakan manusia pada masa itu untuk mengadakan saji-sajian dengan tujuan menolak bahaya seperti bencana alam, dan minta rahmat dari Sang Esa seperti minta hujan untuk kesuburan tanah dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa nenek moyang kita sudah memiliki kepercayaan pada pencipta alam dengan segala isinya juga pengaturan kehidupan.

Seiring perjalanan waktu, sejarah akan tetap ada mengisi peradaban masa, disinilah peran waktu dipertanggungjawabkan. Aku menyebutnya jalan-jalan cerdas, mendidik diri dengan kebudayaan bangsa. Warisan budaya merupakan salah satu tolok ukur kecerdasan sebuah bangsa, cara melestarikannya yaitu dengan memanfaatkan cagar budaya sebagai salah satu sumber pengetahuan.

Generasi muda milenial saat ini merespon cepat kemajuan zaman, dengan ditandai semakin canggihnya teknologi yang memudahkan kita dalam segala aspek kehidupan. Sebagai tongkat estafet yang mewariskan pengetahuan di masa lalu, warisan budaya harus menjadi salah satu sumber untuk sinergi antara cagar budaya dan kemajuan teknologi. Mengubah pandangan terhadap benda cagar budaya yang kuno, kusam, dan rapuh, menjadi benda yang memiliki nilai. Pemanfaatan teknologi informasi bisa menjadi sarana mengubah pandangan tersebut, dan memperkenalkan nilai penting cagar budaya.

Taman Purbakala Cipari termasuk salah satu situs pada masa peradaban megalitikum atau zaman batu besar, aku melihat monumen dan perkakas untuk aktivitas sehari-hari semuanya terbuat dari batu. Melangkah ke bagian tengah Taman Purbakala Cipari, ada sebuah tempat berbentuk lingkaran dengan ukuran lebih luas dari yang lainnya. Tempat tersebut adalah Batu Temu Gelang, suatu susunan batu dalam bentuk lingkaran, daerah tersebut digunakan untuk upacara pemujaan arwah nenek moyang dan juga musyawarah.

Batu Temu Gelang
Batu Temu Gelang

Megalitikum menandai sejarah peradaban manusia yang memiliki tingkat kecerdasan lebih baik dalam beberapa aspek kehidupan, dari batu temu gelang kita bisa belajar manusia pada masa itu telah mengenal sistem pemerintahan demokrasi ditandai dengan adanya musyawarah. Begitu pentingnya musyawarah dijalankan untuk menyatukan kelompok atau individu dengan perbedaan pendapat, ternyata telah menjadi warisan budaya bangsa kita. Kita harus menjaga warisan tersebut tetap pada koridornya.

Sejajar dengan batu temu gelang, ada dua kawasan Peti Kubur Batu, di Taman Purbakala Cipari berorientasi ke arah timur laut barat daya, ini mengajarkan kepada kita generasi muda, konsep kekuasaan alam seperti matahari dan bulan yang menjadi pedoman hidup dari lahir sampai meninggal. Matahari terbit dari timur menandakan kelahiran, dan terbenam di barat menandakan berpulangnya manusia pada pemilik kehidupan. Bahwa bumi berputar, terjadi pergantian siang dan malam, timur dan barat sebagai arah mata angin, manusia hidup bergantung dari alam dan akan kembali pada alam.

SAM_3482

Pada budaya megalit, penguburan merupakan bagian penting dalam sistem kepercayaan, hal ini bertujuan untuk kesinambungan manusia yang telah meninggal. Tidak ditemukan kerangka manusia pada peti kubur batu di Taman Purbakala Cipari, hal ini karena Desa Cipari berada pada ketinggian 661 meter dari permukaan laut, tanahnya gembur, subur, dan keasamannya tinggi sehingga tidak bisa mengawetkan organik manusia terutama tulang.

Di Site Museum Taman Purbakala Cipari, beberapa perkakas telah aku abadikan melalui foto. Perkakas ini biasa digunakan manusia pada masa itu untuk kegiatan sehari-hari, seperti bertani, kebutuhan rumah tangga, perhiasan, dan upacara bekal kubur. Benda-benda tersebut masih tersimpan dengan baik dan terjaga orisinalitasnya.

Aku sering bertanya, โ€œManfaat apa yang bisa didapatkan jika berkunjung ke cagar budaya?โ€

Tentu saja belajar peradaban manusia di masa lalu, namun setelah sampai rumah lupa, yang tersisa hanya bermacam pose swafoto di smarthphone untuk kemudian dipamerkan di media sosial.

Pintu Masuk Site Museum Taman Purbakala Cipari
Pintu Masuk Site Museum Taman Purbakala Cipari

Kemudian aku ubah pertanyaannya, โ€œBagaimana agar peradaban manusia di masa lalu bersinergi dengan kemajuan teknologi di masa sekarang?โ€

Memahami budaya bangsa di era milenial sekarang ini harusnya menjadi hal yang penting, kita bisa memulainya dari hal kecil. Mencari informasi melalui internet misalnya, membaca hal-hal unik yang menarik dari pola pikir dan kehidupan pada masa lalu untuk menambah wawasan, kemudian mengaplikasikan nilai luhurnya dalam kehidupan kita dengan menyesuaikan perkembangan zaman.

Menulis opini atau saran bisa kita lakukan untuk menarik minat generasi muda semakin peduli pada warisan budaya, atau bahkan mengunjungi cagar budaya dan mempelajari secara langsung dengan menggali informasi dari pengelola. Harapannya dengan memperoleh wawasan budaya, menimbulkan rasa memiliki yang cukup kuat untuk menjaga peninggalan tersebut, dan rasa memiliki akan menumbuhkan jiwa nasionalisme.

Site Museum Taman Purbakala Cipari berlokasi tidak jauh dari pusat Kota Kuningan, meski akses jalan menuju ke lokasi terdapat kendala jika dilalui mobil besar seperti bus. Harus lebih berhati-hati karena daerah tersebut merupakan pemukiman penduduk, dengan luas jalan tidak terlalu lebar. Semoga ke depan ada perbaikan akses jalan, sehigga bus yang membawa rombongan pelajar bisa lebih leluasa sampai ke tujuan.

Dengan luas tujuh ribu meter persegi, terdiri dari taman yang dikelilingi tembok setinggi dua meter, Taman Purbakala baru tergali dua ribu lima ratus meter persegi. Sehingga masih tersisa empat ribu lima ratus meter persegi yang belum tergali, dan diyakini masih banyak peninggalan yang terdapat di dalamnya. Harapannya bisa dilakukan penggalian kembali, untuk menambah kekayaan asset budaya dan modal pembangunan bangsa.

Pengelolaan cagar budaya yang baik diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harus dilakukan dalam perspektif pelestarian alam, agar tidak terjadi eksploitasi terhadap cagar budaya tersebut. Kita bisa menguunjungi Site Museum Taman Purbakala Cipari dengan tiket harga masuk Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).

Mempelajari dan menjaga warisan budaya adalah salah satu cara menciptakan generasi yang berkarakter identitas budaya bangsa. Rawat atau Musnah?

Yuk, kita ikuti Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia yang diadakan oleh Kemendikbud bekerjasama dengan Komunitas Ibu-ibu Doyan Nulis! Harapannya, dengan mengikuti lomba akan semakin menambah informasi mengenai nilai penting cagar budaya Indonesia. Info lebih lengkap klik :

Kompetisi Blog Cagar Budaya Indonesia 2019

*Ditulis dari berbagai sumber, riset kunjungan, wawancara langsung, dan buku saku Site Museum Taman Purbakala Cipari.

2 thoughts on “Mengintip Kehidupan Manusia Purbakala di Cagar Budaya Taman Purbakala Cipari

  1. Masya Allah, keren tulisan teh dini. Saya setuju banget teteh. Menjaga kelestarian budaya merupakan bentuk pendidikan karakter untuk suatu bangsa. Saat ini miris sekali, hanya sedikit yang peduli hal seperti itu hiks

    1. Terimakasih Teteh Cheska udah mampir di sini… Besok-besok kalo ke Kuningan maen yuk ke Taman Purbakala ๐Ÿ˜

Comments are closed.